Minggu, 29 September 2013

hadist tentang Hadhanah

HADITS TENTANG HAK PEMELIHARAAN ANAK (HADHANAH) . Pendahuluan Anak yang yang orang tuanya bercerai atau meninggal, akan mendapatkan pengasuhan atau pemeliharaan yang layak . Dalam Islam, tidak bisa sembarangan orang saja yang memelihara anak. Karena itulah, Islam telah mengatur hak pemeliharaan anak tersebut. Dalam pembahasan kali ini, kita akan melihat pengaturan Islam dalam hak pemeliharaan anak ditinjau dari kajian hadits rasulullah SAW. Maka dari itulah makalah ini penulis beri judul “hadits tentang hak pemeliharaan anak (hadhanah). Pembahasan Hadhanah menurut bahasa berarti “meletakkan sesuatu dekat tulang rusuk atau di pangkuan”, karena ibu waktu menyusukan anaknya meletakkan anak itu dipangkuannya, seakan-akan ibu di saat itu melindungi dan memelihara anaknya, sehingga ‘hadhanah’ dijadikan istilah yang maksudnya :”pendidikan dan pemeliharaan anak sejak dari lahir sampai sanggup berdiri sendiri mengurus dirimya yang dilakukan oleh kerabat anak itu. Para ulama fiqih mendefinisikan hadhanah yaitu melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan, atau yang sudah besar tetapi belum mumayyiz, menyediakan sesuatu yang menjadikan kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya, agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan menutur tanggung jawab. [1] 1. Hak pemeliharaan anak yang orang tuanya bercerai Artinya: Dari Abdullah Ibnu Amar bahwa ada seorang perempuan berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini perutkulah yang mengandungnya, susuku yang memberinya minum, dan pangkuanku yang melindunginya. Namun ayahnya yang menceraikanku ingin merebutnya dariku. Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: "Engkau lebih berhak terhadapnya selama engkau belum nikah." Riwayat Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shahih menurut Hakim. [2] Apabila seorang suami menceraikan istri sedangkan ia memiliki seorang anak darinya, maka sang istri lebih berhak untuk memelihara anak tersebut sampai ia baligh dan selama ia tidak menikah dengan laki-laki lain. Apabila sudah berusia tujuh tahun, maka ia disuruh memilih antara ikut ayahnya atau ibunya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW: Artinya: Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa seorang perempuan berkata: Wahai Rasulullah, suamiku ingin pergi membawa anakku, padahal ia berguna untukku dan mengambilkan air dari sumur Abu 'Inabah untukku. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai anak laki, ini ayahmu dan ini ibumu, peganglah tangan siapa dari yang engkau kehendaki."
Lalu ia memegang tangan ibunya dan ia membawanya pergi. Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Tirmidzi. [3] Dalam hadits lain juga dikatakan: Artinya: Dari Rafi' Ibnu Sinan Radliyallaahu 'anhu bahwa ia masuk Islam namun istrinya menolak untuk masuk Islam. Maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mendudukkan sang ibu di sebuah sudut, sang ayah di sudut lain, dan sang anak beliau dudukkan di antara keduanya. Lalu anak itu cenderung mengikuti ibunya. Maka beliau berdoa: "Ya Allah, berilah ia hidayah." Kemudian ia cenderung mengikuti ayahnya, lalu ia mengambilnya. Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Hakim. Jadi hak pemeliharaan anak yang orang tuanya bercerai, ketentuannya adalah: a. Apabila ia masih kecil (belum baligh), maka yang berhak untuk memeliharanya adalah ibunya. b. Apabila ia sudah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, maka si anak berhak untuk menentukan dengan siapa ia akan ikut. 2. Status bibi dalam hak pemeliharaan anak Kalau kasus yang terjadi adalah ibu atau kedua orang tuanya meninggal, maka orang yang berhak mengasuh anak yang ditinggalkan adalah bibi (dari pihak ibu) sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hal pemutusan hak asuh terhadap putri Hamzah: Artinya: Dari al-Barra' Ibnu 'Azb bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah memutuskan puteri Hamzah agar dipelihara saudara perempuan ibunya. Beliau bersabda: "Saudara perempuan ibu (bibi) kedudukannya sama dengan ibu." Riwayat Bukhari. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga bersabda: Artinya: Ahmad juga meriwayatkan dari hadits Ali r.a, beliau bersabda: "Anak perempuan itu dipelihara oleh saudara perempuan ibunya karena sesungguhnya ia adalah ibunya." Jadi jelaslah bahwa hak asuh terhadap anak (belum baligh) yang ibunya atau kedua orang tuanya meninggal, maka orang yang paling dekat yang berhak untuk mengasuhnya adalah bibinya yang berasal dari pihak ibunya. Hal ini berdasarkan pada hadits diatas yang menyatakan bahwa kedudukan bibi (saudara perempuan ibu) itu adalah sama kedudukannya dengan ibu. 3. Memperhatikan kesejahteraan pengasuh anak Rasulullah SAW bersabda: Artinya: Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila pelayan salah seorang di antara kamu datang membawa makanannya, maka jika tidak diajak duduk bersamanya, hendaknya diambilkan sesuap atau dua suap untuknya." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari. Maksudnya seseorang majikan hendaklah pada waktu datang makan bila pelayannya menghidangkan makanan kepadanya hendaklah ia mengajak pelayan itu untuk makan bersama dan jika tidak mau hendaklah majikan mengambilkan untuk pelayan itu sesuap atau dua suap dari makanann yang terhidang untuk tuannya. Hubungannya dengan pengasuh anak adalah, apabila sebuah keluarga memiliki orang khusus yang ditunjuk sebagai pengasuh anak, maka hendaklah keluarga tersebut menyetarakan kedudukan pengasuh tersebut dan tidak terlalu membeda-bedakannya dengan anggota keluarga yang lain. [1] http://praboe- yudistira.blogspot.com/2010/03/
hadhanah-pemeliharaan-anak.html [2] Terjemahan Bulughul Maram, (Bandung : Gema Risalah Pres
Bandung, 1996), hal. 253 [3] Ibid, h. 254

0 komentar: